Pemprov Disclaimer Lagi

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Malut kembali mendapat opini disclaimer dari badan pemeriksa keuangan (BPK). Ini setelah BPK menyatakan tidak memberikan pendapat (TMP) terhadap laporan keuangan (LK) pemprov tahun 2013. Hal ini mengemuka dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) atas LK pemprov tahun 2013 yang disampaikan kepala BPK Perwakilan Malut Sumardi SH pada rapat paripurna istimewa di DPRD Provinsi (Deprov) Malut, sabtu (19/7) akhir pekan. Dalam pidatonya, Sumardi mengemukakan alasan BPK tidak memberikan pendapat atau disclaimer terhadap LK pemprov tahun 2013. “disclaimer dikarenakan beberapa hal seperti keterbatasan catatan dan data sehingga auditor tidak mendapatkan keyakinan mengenai subtansi lapoiran keuangan atau keyakinan atas kewajaran penyajian akun akun dalam laporan keuangan,”jelasnya.

Sumardi lantas menyebutkan sejumlah temuan dalam LHP BPK. Salah satunya adalah saldo kas di bendahara pengeluaran sekretariat daerah provinsi (setdaprov) sebesar Rp. 34,08 milyar. Dari angka tersebut, terdapat sebesar Rp29,02 miliar berupa sisa belanja tahun 2002 sampai 2012 belum disetor ke kas daerah[i]. BPK menemukan saldo tersebut tidak didukung dengan keberadaan fisik dan catatan yang memadai sehingga tidak dapat di telusuri keberadaannya. “saldo kas di bendahara pengeluaran[ii] berupa sisa belanja tersebut dalam CALK (catatan atas laporan keuangan) tidak disajikan saldo yang sebenarnya dan saldo kas dibendahara pengeluaran berupa jasa giro yang belum disetor tidak menyajikan saldo yang sebenarnya.” Terangnya.

BPK juga menemukan aset tetap per 31 desember 2013 sebesar Rp2,32 triliun tidak didukung dengan penatausahaan aset tetap yang memadai. “ini menunjukan ada permasalahan seperti belum melakukan investarisasi aset tetap secara serentak dan menyeluruh dan belum dibuatnya laporan barang milik daerah,”jelasnya.

Selain itu, lanjut sumardi, terdapat perbedaan nilai aset tetap[iii] menurut bidang aset DPPAD dengan aset tetap yang disajikan dalam neraca masing-masing SKPD. Kemudian aset tetap senilai Rp10,19 miliar. BPK juga menemukan aset tetap yang sudah diserahkan kepada masyarakat namun masih tercatat dalam KIB (kartu investarisasi barang) sebesar Rp44,15 miliar serta tanah yang belum bersertifikat seluas 360.480 m2. Dia juga menyebutkan soal saldo utang jangka pendek per 31 desember 2013 yang disajikan dalam LK pemprov sebesar Rp100,59 miliar. Sumardi mengatakan penyajian saldo utang jangka pendek tersebut belum termasuk utang hibah ke daerah otonom baru (DOB) Pulau Morotai dan Taliabu masing masing Rp2,50 miliar dan Rp6,67 miliar. “kalau pemprov telah menyesuaikan utang jangka pendek tersebut, maka nilai utang jangka pendek akan bertambah sebesar Rp9,17 miliar, ”ujarnya. BPK juga menemukan indikasi pelanggaran peraturan perundang-undangan dalam pelaksanaan anggaran belanja barang sebesar Rp3,04 miliar pada enam kegiatan belanja barang. BPK juga menemukan ketidakpatuahan perundang-undangan dalam realisasi belanja modal[iv] jalan irigasi dan jaringan sebesar Rp6,89 miliar. Juga ditemukan indikasi Mark-up harga atau pemahalan harga pada 9 paket pekerjaan peningkatan jalan, pembangunan jembatan dan trotoar. ”atas dasar itulah, BPK tidak memberikan pendapat atau disclaimer,”tandasnya.

Ini bukan pertama kali laporan keuangan pemprov disclaimer. setidaknya dalam lima tahun, LK pemprov terus menerus mendapat opini disclaimer dari BPK. Opini disclaimer berarti bahwa terdapat suatu nilai yang secara material (signifikan) tidak dapat diyakini auditor. Kondisi ini dipicu adanya suatu pembatasan ruang lingkup pemeriksaan yang dilakukan manajemen serta sistem pengendalian intern sedemikian lemahnya sehingga auditor tidak mendapatkan keyakinan mengenai subtansi laporan keuangan tersebut. Bahkan sebelumnya, LK pemprov pernah mendapat opini tidak wajar atau adverse opinion yang menunjukan bahwa laporan keuangan sangat buruk.

Anggota deprov dari saksi partai Golkar (FPG) Edi Langkara mengakui hal tersebut. “selama lima tahun berturut turut laporan keuangan pemprov mendapat opini disclaimer. Karena itu, wajib ada penataan system keuangan yang baik kedepan,”ujar Edi.

Disisi lain rapat paripurna istimewa penyampaian LHP BPK atas LK pemprov 2013 di deprov disuguh pemandangan memalukan. Pasalnya dalam paripurna yang dihadiri langsung gubernur Abdul Ghani Kasuba dan petinggi BPK itu, hanya diikuti 6 anggota deprov. Sementara 39 anggota lainnya tak menunjukan batang hidungnya. Enam orang yang mengikuti rapat paripurna tersebut, yaitu Djasman Abubakar, Syahcrill Marsaoly, Suhri Hud, Samsul Hadi, Edi Langkara dan Saiful Ahmad. Sementara dari BPK hadir lengkap, yakni kepala BPK Perwakilan Malut Sumardi SH dan beberapa auditornya. Tampak hadir eksekutif, gubernur Abdul Ghani Kasuba, sekprov Madjid Husen dan sejumlah pimpinan SKPD.

Kondisi ini membuat anggota deprov Edi Langkara prihatin dia bahkan menyebutkan rapat paripurna kali ini adalah paripurna yang sangat memalukan. “Menjaga kebersamaan DPRD, pemprov dan mitra BPK, maka paripurna hari ini sangat memalukan. Olehnya itu saya minta kepada pimpinan sidang dalam hal ini Djasman Abubakar agar meminta maaf kepada forum paripurna istimewa tersebut,”ujar Edi saat penyampaian interupsi di akhir rapat paripurna. Pada kesempatan itu, Edi juga meminta pimpinan agar dokumen LHP BPK dapat dibagikan ke semua anggota DPRD. Permintaan yang sama juga disampaikan anggota deprov lainnya Syachril Marsaoly.

Menanggapi penyampaian Edi, wakil ketua deprov Djasman Abubakar selaku pimpinan sidang mengaku dirinya sebelum rapat paripurna sudah menyampaikan permohonan maaf kepada gubernur dan BPK terkait ketidakhadiran mayoritas anggota.” “soal permintaan maaf dalam forum ini, sebenarnya saya sudah siloloa ke gubernur dan BPK,” kata Djasman. Terpisah, sekertaris dewan (sekwan) Abubakar Abdulah mengatakan kondisi ini memang tak bias dihindari. Dia mengaku sudah menyampaikan ke BPK beberapa sebelumnya agar paripurna ditunda pada senin (21/7) hari ini. Alasannya, anggota DPRD sementara di Jakarta mengikuti workshop tentang kawasan ekonomi khusus (KEK). “sayakan sudah pertimbangkan ke BPK. Cuma BPK mau paripurna dilaksanakan hari ini sabtu (19/7). Dan kondisi seperti ini,”tuturnya.

 

Sumber Berita:

Maluku Post, Pemprov Disclaimer Lagi, Senin, 21 Juli 2014

 

Catatan:

  • Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) merupakan salah satu tugas pokok BPK sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keungan. LKPD merupakan pertanggungjawaban kepala daerah, yaitu gubernur/bupati/walikota atas pelaksanaan APBD tahun anggaran tertentu. LKPD tersebut disusun dengan menggunakan suatu sistem akuntansi keuangan daerah dan berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
    • Pemeriksaan atas LKPD merupakan jenis pemeriksaan keuangan yang dilakukan oleh BPK dengan tujuan memberikan pernyataan opini tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam LKPD. Sesuai dengan penjelasan Pasal 16 ayat (1) UU No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada kriteria (i) kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan, (ii) kecukupan pengungkapan (adequate disclosures), (iii) kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan (iv) efektivitas sistem pengendalian intern. Oleh karena itu, pemeriksa diharapkan untuk fokus mengarahkan prosedur pemeriksaannya terhadap tujuan pemeriksaan tersebut.

 


[i] Kas Daerah adalah jumlah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah pada bank yang ditetapka n (Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara).

[ii] Bendahara Pengeluaran adalah orang  yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja negara/daerah dalam rangka pelaksanaan ABN/APBD pada kantor/satuan kerja kementrian negara/lembaga/pemerintah daerah (Pasal 1 angka 18 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara).

[iii] Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan, atau dimaksudkan untuk digunakan, dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum (Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan).

[iv] Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja modal meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan tanah, gedung dan bangunan, peralatan, aset tak berwujud.

catatan berita – malutpos 21 juli 2014