Pemprov Berhutang Ke Rekanan 73,5 M

SOFIFI – Panitia Khusus (Pansus) APBD di DPRD Provinsi (Deprov) Malut akhirnya secara resmi melaporkan hasil kerjanya melalui paripurna Deprov, Rabu (23/3) kemarin. Setidaknya, ada dua hal utama yang menjadi laporan Pansus. yakni soal penghapusan piutang Pemprov sebesar Rp7,62 miliar lebih (Rp7.624.286.000,00) dan hutang Pemprov ke rekanan mencapai Rp73,5 miliar lebih (Rp73.506.088.288,00). Soal penghapusan piutang misalnya, Pansus menemukan  bahwa penghapusan piutang senilai Rp7,62 miliar itu, dilakukan tanpa bukti dokumen. Dihadapan anggota Deprov dan undangan rapat paripurna, Wakil Ketua Pansus APBD Ishak Naser yang tampil sebagai juru bicara, melaporkan bahwa penghapusan atas penyajian piutang lainnya sebesar Rp7,62 miliar pada neraca per 31 Desember 2009 tanpa bukti dan dokumentasi. Meski transaksi  tersebut, tercatat pada rekening kas umum, tidak terdapat  bukti yang menunjukkan adanya pelunasan piutang lainnya. Hal ini, kata Ishak, tidak bisa di klarifikasi oleh Sekprov Muhajir Albaar dan Karo Keuangan Syamsul Rauf  sendiri.
Selain itu, Pansus juga menyebutkan, kewajiban atau hutang Pemprov sebesar Rp73,5 miliar kepada penyedia jasa atau rekanan atas pekerjaan yang diselesaikan, sebagaimana laporan hasil pemeriksa (LHP) BPK RI. Hutang Rp7,3 miliar itu, tersebar di beberapa SKPD, seperti Bappeda, PU dan Dinas Kesehatan serta Dinas lainnya.
Bappeda misalnya, Bendahara Bappeda hanya mengetahui adanya hutang pada 2 kegiatan, diantaranya kegiatan sosialisasi tata ruang wilayah dengan nilai kontrak Rp121.000.000. Hasil klarifikasi Bendahara Bappeda, dari nilai kontrak itu, direalisasikan hanya Rp48,4 juta sehingga masih terjadi hutang sebesar Rp72,6 juta. Selebihnya, Bappeda sebagaimana laporan Pansus, tidak mengetahui adanya hutang-hutang lainnya. Selain itu, Pansus menyebutkan adanya nilai kontrak yang terhitung sebesar Rp68.350.030.330 di Dinas  Pekerjaan Umum. Hutang tersebut telah dibayar per 31 Desember 2009 sebesar Rp31.029.907.140 sehingga sisa hutang sebesar Rp37.320.123.190. pada 2010, telah dibayar sebesar Rp19.655.593.680. Sementara di Dinas Kesehatan, Pansus menyebutkan sesuai hasil penjelasan Bendahara Pengeluaran Dinas Kesehatan. Hutang Dinas Kesehatan berdasarkan nilai kontrak Rp8.331.099.400. telah di realisasikan sebesar Rp707.829.000 sehingga terjadi hutang sebesar Rp7.623.270.400. pada tahun 2010 dilakukan pembayaran hutang sebesar Rp7.623.270.400  sementara di Dinas Pendidikan  sesuai keterangan Bendaharanya terdapat nilai kontrak Rp5.200.482.000 namun baru Rp1.070.796.400 yang dibayar sehingga terjadi hutang sebesar Rp4.129.685.600 sementara presentase pelaksanaan pekerjaan masih 0%. Kegiatan tersebut tidak dapat dilaksanakan karena adanya surat pimpinan DPRD yang menghentikan kegiatan tersebut . “ sementara untuk Dinas Pertanian ada tiga kegiatan yang terdiri dari: pekerjaan air bersih dengan nilai kontrak Rp98.575.000; Pekerjaan website nilai kontrak  Rp97.130.000 dan pekerjaan bibit pala nilai kontrak Rp399.559.000. Dimana ketiga pekerjaan tersebut progress fisiknya 100% dan realisasi pembayaran per 31 Desember 2009 sebesar Rp119.867.700 sehingga terjadi hutang sebesar Rp475.396.300,”  sebut Ishak .
Anggota Pansus APBD Farida Djama menambahkan adanya hutang di Biro Penyusunan Program yang dibayar secara bertahap sehingga kini tinggal Rp 8.898.576.000. Sementara di RSUD dr. H. Chasan Bosoeirie, Pansus menyebutkan penyediaan anggaran sebesar Rp2.317.568.677  dan nilai persediaan sebesar Rp1.206.277.985, tidak dilengkapi Berita Acara Pemeriksaan Fisik. Penyajian persediaan dalam neraca  yang tidak berdasarkan inventarisasi fisik mengakibatkan nilai persediaan yang disajikan dalam Neraca per 31 Desember 2009 sebesar Rp3.523.846.622 belum menunjukan perolehan yang wajar. Terhadap temuan ini pejabat lama dan pejabat baru  Direktur  RSUD dr. H. Chasan Bosoeirie memberikan keterangan.
Temuan-temuan ini, menurut Pansus, mengindikasikan sistem pengelolaan keuangan Pemprov buruk. Karena itu, Pansus minta Gubernur memberikan sanki administratif sekurang-kurangnya dalam bentuk pemberhentian dari jabatan kepada Kepala Biro Keuangan selaku Pejabat Pengelola Keuangan Daerah. Pansus juga meminta Pemprov segera mengeluarkan surat pengakuan kembali atas piutang sebesar Rp7.624.286.000 yang telah dihapuskan dari Neraca per 31 Desember 2009. Pansus sendiri meminta Gubernur segera menindaklanjuti temuan Pansus dan rekomendasi BPK RI sebagaimana tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI Tahun 2009 dan mengambil langkah-langkah perbaikan dan pencegahan secara nyata terhadap hal-hal yang berpotensi menimbulkan kerugian daerah paling lama sampai dengan akhir Juni 2011.
Pansus juga meminta Gubernur menegur Sekprov sekaligus memerintahkan pejabat yang bersangkutan untuk tidak menandatangani Surat Penyediaan Dana serta dokumen lain yang bukan menjadi tugas dan tanggungjawabnya. Pansus juga meminta Gubernur menegur Inspektorat Malut untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak menjadi tugas pokok dan fungsi dari SKPD yang dipimpinnya. Pansus menyimpulkan ada kerugian daerah di balik temuan-temuan tersebut.
Malut Post (24/3)