Pemprov Maluku Utara laporkan 30 Perusahaan Bandal Ke Kejaksaan

Sebanyak 30 perusahan yang beroperasi di wilayah Provinsi Maluku Utara (Malut) akhinya resmi di laporkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati).

Plt Gunernur Malut, M. Natsir Thaib melalui Kepala Biro Protokoler, Kerja Sama dan publikasi Sekertariat Daerah (Setda) Malut, Armin Zakaria saat dikonfirmasi Wartawan, Selasa (27/3/2018) mengatakan, 30 perusahan yang dilaporakn ke aparat penegak hukum (APH) tersebut, lantaran ada beberapa pekerjaan yang tidak selesai, tidak sesuai dengan perencanaan maupun kelebihan pembayaran serta kekurangan volume pekerjaan sebagaimana hasil temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Malut yang ditindaklanjuti Inspektorat Provinsi Malut.

“Ini hasil temuan dari BPK yang kita tidaklanjut,” ungkapnya.

Armin menambahkan, untuk permasalahan pada 30 perusahan tersebut, awalnya Pemprov Malut telah berupaya untuk mengundang secara resmi agar melakukan pengembalian pada permasalahan tersebut, namun itikat baik yang diambil dari Pemprov tidak di tindaklanjut atau dihiraukan oleh perusahan tersebut.

“Sebenarnya pemprov berikan batas itu sampai pada Desember 2017, namun itu ada pertimbangan makanya sampai pada 2018, tapi masih saja tidak dihiraukan makanya upaya hukum inilah yang di ambil Pemprov,” katanya.

Selain melaporkan 30 perusahan ke APH Kejati Malut, lanjut Armin, pemprov Malut juga akan blacklist nama 30 perusahan tersebt sehingga tidak diikut sertakan dalam proses tender kedepannya.

“Selain ke APH, 30 perusahan itu juga di blacklist sehingga semua proses tender maupun sebagainya tidak diikut sertakan lagi,” tegasnya.

Secara terpisah, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Malut melalui Kasi Penkum, Apris R. Ligua daat dikonfirmasi RRI membenarkan adanya laporan 30 perusahan yang bermasalah oleh Pemprov Malut.

“Iya, laporan itu masuk kemarin, tapi utnuk lebih lebih langkap nanti saya lihat dulu, yang pasti laporannya sudah masuk ke kita,” akunya.

Sekedar diketahui, langkah Pemprov Malut untuk membawa kasus ini ke APH lantaran, tunggakan utang dari 30 sesuai dengan temuan BPK sejak 2007 samapai dengan tahun 2016, sebanyak 30 perusahaan yang belum mengembalikan temuan BPK pada sejumlah pekerjaan dengan nilai total temuan Sebesar Rp 7.445 miliar (Rp 7.445.462.859) sehingga daerah mengalami kerugian.

 

Sumber Berita:

realitarakyat.com, Pemprov Maluku Utara laporkan 30 Perusahaan Bandal Ke Kejaksaan, Selasa, 27 Maret 2018.

MALUT POST, Akademisi tak Yakin Pemprov Proses Hukum 30 Rekanan Bermasalah, Jumat, 30 Maret 2018.

 

Catatan:

  • Blacklist atau daftar hitam menurut Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 18 Tahun 2014 adalah daftar yang dibuat oleh K/L/D/I yang memuat identitas Penyedia Barang/Jasa yang dikenakan sanksi oleh PA/KPA berupa larangan mengikuti Pengadaan Barang/Jasa pada K/L/D/I dan/atau yang dikenakan sanksi oleh Negara/Lembaga Pemberi Pinjaman/Hibah pada kegiatan yang termasuk dalam ruang lingkup Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
  • Sesuai dengan Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah di atas, Penyedia Barang/Jasa dikenakan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam apabila:
  1. berusaha mempengaruhi Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan/pihak lain yang berwenang dalam bentuk dan cara apapun, baik langsung maupun tidak langsung guna memenuhi keinginannya yang bertentangan dengan ketentuan dan prosedur yang telah ditetapkan dalam Dokumen Pengadaan/Kontrak dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. melakukan persekongkolan dengan Penyedia Barang/Jasa lainnya untuk mengatur Harga Penawaran di luar prosedur pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa, sehingga mengurangi/menghambat/memperkecil dan/atau meniadakan persaingan yang sehat dan/atau merugikan orang lain;
  3. membuat dan/atau menyampaikan dokumen dan/atau keterangan lain yang tidak benar untuk memenuhi persyaratan Pengadaan Barang/Jasa yang ditentukan dalam Dokumen Pengadaan;
  4. mengundurkan diri setelah batas akhir pemasukan penawaran dengan alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan/atau tidak dapat diterima oleh Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan;
  5. mengundurkan diri dari pelaksanaan kontrak dengan alasan yang tidakdapat dipertanggungjawabkan dan/atau tidak dapat diterima oleh PPK;
  6. tidak dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan kontrak secara bertanggung jawab;
  7. berdasarkan hasil pemeriksaan APIP terhadap pemenuhan penggunaan produksi dalam negeri dalam Pengadaan Barang/Jasa, ditemukan adanya ketidaksesuaian dalam penggunaan Barang/Jasa produksi dalam negeri;
  8. ditemukan penipuan/pemalsuan atas informasi yang disampaikan Penyedia Barang/Jasa;
  9. dilakukan pemutusan kontrak secara sepihak oleh PPK yang disebabkan oleh kesalahan Penyedia Barang/Jasa;
  10. tidak bersedia menandatangani Berita Acara Serah Terima akhir pekerjaan;
  11. terbukti terlibat kecurangan dalam pengumuman pelelangan;
  12. dalam evaluasi ditemukan bukti adanya persaingan usaha yang tidak sehat dan/atau terjadi pengaturan bersama (kolusi/persekongkolan) antar peserta, dan/atau peserta dengan Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan/PPK;
  13. dalam klarifikasi kewajaran harga, Penyedia Barang/Jasa menolak menaikkan nilai jaminan pelaksanaan untuk penawaran di bawah 80% HPS;
  14. hasil pembuktian kualifikasi ditemukan pemalsuan data;
  15. menolak Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ) dengan alasan yang tidak dapat diterima secara objektif oleh PPK;
  16. mengundurkan diri dan masa penawarannya masih berlaku dengan alasan yang tidak dapat diterima secara objektif oleh PPK;
  17. menawarkan, menerima, atau menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah atau imbalan berupa apa saja atau melakukan tindakan lainnya untuk mempengaruhi siapapun yang diketahui atau patut dapat diduga berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa;
  18. tidak memperbaiki atau mengganti barang akibat cacat mutu dalam jangka waktu yang ditentukan;
  19. tidak menindaklanjuti hasil rekomendasi audit Badan Pemeriksa Keuangan/APIP yang mengakibatkan timbulnya kerugian keuangan Negara; dan/atau
  20. terbukti melakukan penyimpangan prosedur, KKN, dan/atau pelanggaran persaingan sehat dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.