Pemeriksaan sistem pengendalian internal[i] oleh BPK Perwakilan Maluku Utara menemukan, piutang pajak Pemerintah Kota Ternate pada semester II tahun 2013 berkisar Rp 3,3 M atau tepatnya Rp 3.297.382.225 tidak didukung dengan Surat Ketetapan Pajak Daerah[ii]. Hal ini disebabkan Kepala Dinas Pendapatan Daerah (DPD) lalai melakukan pengawasan terhadap proses pengelolaan pajak dan penerbitan SKP (Surat Ketetapan Pajak)[iii].
Begitu pula, Kepala Bidang Penetapan lalai dalam menetapkan piutang yang belum dibayar dan kurang optimal dalam menerbitkan SKP. Sementara Kepala Bidang Penagihan lalai tidak melakukan upaya penagihan. “Hal itu mengakibatkan penyajian piutang pajak Rp 3.297.382.225 tidak mencerminkan nilai yang wajar,” kata Sumardi, baru-baru ini kepada Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia (RI).
Karena itu, BPK rekomendasikan agar lebih cermat dalam melakukan pengawasan terhadap proses pengelolaan pajak, penerbitan SKP dan upaya menagihan. “Memerintahkan Kepala Bidang Penetapan dan Kepala Penagihan agar lebih cermat dalam mengelola hak daerah yang belum dibayar dan lebih optimal dalam menerbitkan SKP,” tambahnya.
Menanggapi hal itu, DPD-RI meminta walikota Ternate yang mengerti dan tahu soal pajak untuk segera mengambil langkah-langkah untuk dapat menindaklanjuti rekomendasi BPK RI tersebut. “Ini penting,” pungkas wakil ketua Komite IV DPD RI, Ayu Koes Indriyah.
Sumber Berita:
Seputar Malut, Temuan Piutang Pajak Hampir 3,3 M, Senin, 23 Juni 2014
Catatan:
- Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi terdiri atas daerah-daerah kabupaten dan kota. Tiap-tiap daerah tersebut mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.
- Untuk menyelenggarakan pemerintahan tersebut, Daerah berhak mengenakan pungutan kepada masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menempatkan perpajakan sebagai salah satu perwujudan kenegaraan, ditegaskan bahwa penempatan beban kepada rakyat, seperti pajak yang bersifat memaksa diatur dengan Undang-Undang. Dengan demikian, pemungutan Pajak Daerah harus didasarkan pada Undang-Undang.
- Terkait pemungutan pajak daerah, peraturan mengamanatkan bahwa SKPD yang mempunyai tugas memungut dan/atau menerima dan/atau kegiatannya berdampak pada penerimaan daerah wajib mengintensifkan pemungutan dan penerimaan tersebut.
[i] Sistem Pengendalian Intern adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan
secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai
atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan
keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan (Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah).
[ii] Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah).
[iii] Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPDKB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administratif, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar (Pasal 1 angka 55 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah).