JAKARTA,KOMPAS – Badan Pemeriksa Keuangan melaporkan pengalokasian anggaran dan pemilihan program stimulus fiskal belanja infrastruktur tahun 2009 belum sepenuhnya efektif untuk meningkatkan daya serap tenaga kerja. Lemahnya kebijakan di tingkat makro jadi penyebab.
Stimulasi fiskal itupun belum efektif mengatasi pemutusan hubungan kerja, walaupun secara umum perekonomian Indonesia pada 2009 tumbuh 4,5 persen.
Kepala Badan Pemeriksa Keuangan Hadi Purnomo di Jakarta, selasa (5/4/2011), mengungkapkan hal tersebut saat menyanpaikan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II 2010 dalam sidang paripurna DPR.
Menurut Hadi, ketidakefektifan stimulus fiskal itu disebabkan lemahnya kebijakan di tingkat makro oleh kementrian terkait dan di tingkat pemerintah daerah. Kebijakan pemerintah dalam pengalokasian dana stimulus fiskal infrastruktur sebagai belanja barang ke daerah tidak memiliki landasan hingga hingga diterbitkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2008 Tentang APBN Tahun Anggaran 2009.
“Selain itu. kriteria kondisi darurat atas krisis ekonomi hanya ditetapkan dalam Undang-Undang APBN 2009 yang hanya berlaku untuk tahun itu,” Katanya.
Laporan Badan Pemeriksa Keuangan menunjukkan kondisi itu dibuktikan dengan adanya tenaga kerja yang tidak terserap minimal sebanyak 216.520 orang dan 333 temuan pemeriksaan senilai Rp151,49 miliar atau 3,69 persen dari relisasi anggaran yang diperiksa.
Hal tersebut disebabkan kelemahan kebijakan, sistem atau prosedur perencanaan, penganggaran, dan pemilihan program yang tidak mempertimbangkan tujuan program stimulus belanja instruktur. Hal itu juga di sebabkan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
Menaggapi temuan Badan Pemeriksa Keuangan, Menteri Keuangan Agus Darmawan Wintarto Martowaradjo membantah stimulus fiskal itu tidak efektif. Menurut dia, nilai stimulus fiskal tahun 2009 mencapai Rp73 triliun, itu adalah dana yang cukup besar untuk menggerakkan roda ekonomi.
“Buktinya,meski saat itu terjadi krisis ekonomi, perekonomian Indonesia tidak ikut terimbas. Harus diingat, tahun 2009 ekonomi Indonesia sangat lemah sehingga stimulus yang kami berikan tepat waktu sehingga ikut menggerakkan ekonomi Indonesia. Dampaknya,diantara negara-negara yang ada, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih positif disaat dunia sedang krisis,” kata Agus.
Sementara itu, Hadi juga mengatakan, efektifitas penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri tidak tercapai secara optimal karena kompleksitasnya masalah. Permasalahan tersebut, antara lain, adalah penempatan TKI di luar negeri tidak didukung secara penuh dengan kebijakan yang utuh.
“Ketidakjelasan kebijakan dan lemahnya sistem penempatan perlindungan TKI memberikan peluang terjadinya penyimpangan sejak proses perekrutan, pelatihan dan pengujian kesehatan, pengurusan dokomen, penempatan di negara tujuan, sampai dengan pemulangan TKI ke Tanah Air, “tuturnya.
Kompas (6/4)