Sofifi- Pemerintah Provinsi (pemprov) Maluku Utara (malut) akhirnya meraih predikat wajar tanpa pengecualian (WTP). Opini level tertinggi dari badan pemeriksa keuangan republik indonesia (BPK RI) tersebut baru pertama kali didapatkan pemptov hampir 16 tahun sejarah provinsi ini berdiri.
Opini WTP disampaikan Auditor Utama Keuangan IV BPK, Syafrudin Mosii pada rapat paripurna penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) 2016 di DPRD Provinsi (Deprov) kemarin (7/6). Syafrudin mengatakan upaya pemprov memperbaiki pengelolaan keuangan daerah menunujukan tren positif sejak 2014.
“Dan di tahun 2016, terdapat upaya perbaikan dilakukan terhadap setiap permasalahan yang ada pada laporan keuangan tahun 2015. Perbaikan itu antara lain, pengendalian anggaran belanja modal dengan mengurangi pembayaran honor, melakukan perbaikan pencatatan aset tetap dengan melaksnakan penelusuran untuk memastikan keberadaan aset serta melakukan perbaikan atas sistem pengendalian penerimaan daerah, terutama pada pendapatan PKB (Pajak Kendaraan Bermotor) dan BBNKB (Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor) di Samsat,” paparnya.
Pemprov sendiri sebelumnya meraih Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Jauh sebelumnya di tahun 2013, Pemprov hanya bisa bertahan dengan predikat Opini Discalimer. “Semua ini berkat hasil kerja keras seluruh jajaran Pemerintah Provinsi Malut. Capaian opini WTP ini diharapkan menjadi motivasi terhadap pemerintah menjadi untuk terus melakukan perbaikan terhadap tata kelola keuangan,” harap Syarifudin.
Namun pemberian opini WTP bukan berarti hasil pemeriksaan BPK terhadap LKPD Pemprov 2016 tak ada temuan. Dia mengungkapkan beberapa temuan yang harus mendapat perhatian Pemprov. Temuan itu antara lain penyaluran dana bos yang terealisasi sebesar Rp.273,26 miliar atau 98,83 persen dari pagu Rp. 277 miliar. BPK menemukan pengelolaan BOS yang dilakukan tim manajemen BOS tidak membuat kerja sama dengan para penyalur serta tidak melakukan koordinasi dan monotoring laporan dari satuan pendidikan. Kondisi tersebut, lanjut Syarifudin mengakibatkan jumlah dana bos yang diterima satuan pendidikan tidak bisa diketahui secara akurat sehingga terjadi return sebesar Rp. 282 juta yang bertahan di kas daerah,”sambungnya. BPK juga menemukan Pemprov tidak memperhitungkan utang jangka pendek dalam pengelolaan belanja 2015 dan tahun anggaran 2016. Kondisi ini mengakibatkan Pemprov tidak mampu membayar beban utang jangka pendek secara cepat sehingga utang per 31 Desember 2016 mencapai Rp. 413,36 miliar. Selain itu, BPK juga menemukan pendapatan yang tidak disetor ke kas daerah atau penggunaan langsung untuk operasional Samsat sebesar Rp. 824 juta yang tidak dapat dipertanggungjawabkan,” ungkap Syarifudin.
Sementara gubernur Abdul Gani Kasuba (AGK) mengucapkan terima kasih kepada satuan kerja perangkat daerah dan semua pihak atas dukungan dan kerja samanya sehingga Pemprov dapat meraih opini WTP tapi jangan sampai puas. Tapi capaian ini harus memicu kita untuk melakukan yang terbaik lagi di masa mendatang,” ucap Gubernur saat diwawancarai wartawan usai rapat paripurna Deprov kemarin. “Harus dipertahankan. Jangan sampai tahun depan menurun menjadi WDP atau desclaimer,” imbuhnya. Orang nomor satu di Pemprov ini meminta SKPD tidak bersikap puas diri karena masih ada rekomendasi BPK atas temuan di beberapa sektor.
Dia mengaku keinginan utamanya sejak awal menjadi Gubernur adalah memperbaiki sistem pengelolaan keuangan daerah. “Sebab ini uang rakyat. Uang rakyat di pemerintah mencapai triliunan rupiah, namun pertanggungjawabannya kerap bermasalah. Bahkan sampai ada pejabat yang harus mendekam di penjara akibat tidak mampu mempertanggungjawabkan anggaran yang digunakan,” terang AGK.
Dia mengatakan ada upaya besar yang dilakukan Pemprov termasuk melaksanakan setiap anjuran BPK biak pusat maupun daerah.
Kendati LHP BPK ata LKPD Pemprov tersebut sudah mendapat review dari BPK Pusat, beberapa anggota deprov masih meragukan hasil pemeriksaan sekaligus pemberian opini WTP kepada pemprov. Anggota deprov yang juga Ketua Komisi I Wahda Zainal Imam mengatakan Pemprov tidak memiliki alasan yang cukup untuk mendapat opini WTP.” Sebab BPK sendiri mengakui bahwa Pemprov masih memiliki beban utang yang kurang lebih ada Rp400 miliar. Ini berarti pengelolaan anggaran Pemprov masih kurang baik. Kalau dapat WDP masih wajar,” kata Wahda kepada wartawan.
Selain utang, kata Wahda, beberapa proyek juga ditemukan bermasalah seperti proyek pembangunan ruas Jalan Sayoangyaba dan pembangunan Jembatan Bajo Sangkuang, opini WTP ini merupakan pernyataan berani BPK,” tukasnya.
Senada, ketua fraksi partai golkar kaimudin hamzah mengatakan DPRD sebagai lembaga mitra pemerintah tentu bersyukur pemprov mendapat predikat WTP. Sykur pemprov mendapat predikat WTP. “ namun harus berbanding lurus dengan kenyataan di lapangan. Di lapangan ditemukan banyak masalah. Karena itu, golkar menganggap opini WTP ini tidak wajar,” kata kaimudin sembari mengtakan fraksi golkar secara akan menyampaikan sikap resminya ke panitia kerja (panja) terkait LHP BPK. Hal yang sama juga disampaikan anggota deprov sahril tahir.”proyek banyak yang bermasalah, tapi diberikan WTP. Bagi saya BPK keliru,”ujarnya.
Menanggapi pernyataan beberapa anggota deprov itu, Kepala BPK Perwakilan Malut Sri Haryoso Suliyanto menegaskan beberapa kasus yang disampaikan anggota deprov tersebut tidak mempengaruhi pemberian opini. “Setiap permasalahan yang ditemukan dan sudah ditindaklanjuti dan dilakukan penyelesaian sebelum pemeriksaan berakhir, maka tidak mempengaruhi opini,” ujar Sri Haryoso kepada wartawan.
Dia mengatakan, “Paling penting dalam hal ini adalah langkah perbaikan yang sudah dilakukan pemprov.” Tahun sebelumnya ada temuan sekitar Rp. 30 miliar sekarang tidak ada lagi karena telah ditindaklanjuti untuk dilakukan perbaikan,” ungkapnya. Selain itu, lanjut Sri Haryoso, “Samsat juga telah melakukan perbaikan menggunakan dengan sistem e-samsat dan memberlakukan pembayaran non tunai serta melakukan langkah pergantian pejabat.” Dengan berbagai langkah pemprov itu, BPK menilai pemprov ada komitmen,” tandasnya. Dia yakin opini WTP yang diberikan tersebut sudah sesuai ketentuan. Kalau DPRD mau melakukan audit banding, bagi BPK tidak masalah. Kita tetap profesional dan hasil WTP itu sudah sesuai ketentuan,” jelasnya.
Dia bahkan menjamin integritas auditor yang ditugaskan ke daerah-daerah. Dia mengatakan para auditor selalu diwanti-wanti untuk bekerja sesuai aturan. Dia menegaskan tidak ada intervensi dari kepala daerah ataupun pimpinan instansi lainnya kepada tim auditor. “Tidak ada satupun yang sampai saat ini mengintervensi kami,” pungkasnya. (udy/fai)
Sumber : Malut Post, 8 Juni 2017