JAKARTA, KOMPAS – Kementrian Dalam Negeri bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mengatur dana bantuan sosial, yang saat ini rawan dikorupsi. Setelah ditetapkan aturan yang ketat (rigid) alokasi dana bansos lebih akuntabel dan transparan.
“ Kami belum tahu maksud KPK seperti apa, sementara setiap daerah berbeda karakter dan variabelnya banyak. Jadi kami akan membuat tim bersama KPK untuk menyusun aturan itu, “ ujar mentri dalam negeri Gamawan Fauzi, kamis (7/4) di Jakarta.
Daam pertemuan dikantor KPK, selasa (5/4), KPK meminta Kementrian dalam negeri membuat aturan khusus yang rinci dan ketat terkait dengan pengelolaan dana bansos, baik sasaran penerima, kriteria penerima, maupun laporan pertanggungjawaban dana bansos. Hal itu karena dana bansos dinilai sangat rawan korupsi.
Juru bicara KPK Johan Budi, jumat (8/4) di Jakarta, mengatakan, tim penyusun aturan sudah terbentuk. Diharapkan pertengahan mei sudah ada kemajuan dalam persiapan aturan itu.
Selama 2007-2010 pemerintah menganggarkan bantuan sosial Rp300,94 triliun yang terdiri dari Rp48,46 triliun di tingkat daerah (APBD) dan Rp252,48 triliun di tingkat nasional (APBN). Selain itu, kata Gamawan, ada beberapa provinsi yang mengalokasikan Rp800 miliar-Rp900 miliar untuk dana bansos. Jumlah tersebut bahkan sama dengan APBD untuk provinsi-provinsi lain.
Selain anggarannya besar, banyak pengaduan masyarakat terkait penyimpangan dana bansos. KPK sepanjang 2010 menerima 98 pengaduan masyarakat. Sampai maret 2011, menurut Ketua KPK Busyro Muqoddas, enam perkara terkait penyalahgunaan bantuan sosial ditangani.
Selain itu, kata Johan, ada juga bansos yang tidak jelas pertanggungjawabannya. Hal itu perlu diatur secara ketat dalam peraturan Menteri Dalam Negeri.
Masalah dana bansos, lanjut Gamawan, kerap terjadi ketika penyalurannya dilakukan atas Disposisi kepala daerah, bukan dianggarkan sebelum tahun anggaran dimulai. Ini menyulitkan pengukuran akuntabilitas dana bansos. Mendagri mencontohkan, ada partai politik yang mendapat dana bansos kendati setiap parpol yang mendapatkan kursi di DPRD menerima anggaran khusus. Prinsip keadilan pun tidak terpenuhi.
Kendati BPK akan mengaudit penggunaan dana bansos, Gamawan memperkirakan tidak semua penerima dana bansos diperiksa BPK.”kalau penerima dana bansos sampai 200 lembaga, mungkin BPK hanya mengambil sampel. Tidak mungkin diaudit semua,” tuturnya.
Kompas (9/4)