JAKARTA, KOMPAS – Masalah keuangan yang membelit kabupaten/kota harus diatasi sendiri oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah setempat. Tidak banyak intervensi atau antisipasi yang bisa dilakukan Kementerian Dalam Negeri.
Saat ini setidaknya 10 (sepuluh) kabupaten/kota di Provinsi Aceh kesulitan membayar gaji pegawai, terbelit utang kepada pihak ketiga, dan mengalami defisit anggaran. Masalah APBD juga terjadi di Timor Tengah Utara (Provinsi Nusa Tenggara Timur), 13 kabupaten/kota di sulawesi tenggara, dan Provinsi Bangka Belitung.
Sebagian besar daerah kesulitan anggaran akibat birokrasi gemuk. Hal ini menurut Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi di jakarta, sudah diingatkan kepada Kepala Daerah dan DPRD se-Indonesia. Semestinya daerah mempertimbangkan persentase belanja pegawai dan belanja modal untuk rakyat sehingga tidak terus-menerus merekrut pegawai baru.
Patokan persentase belanja karyawan dalam APBD tidak bisa ditentukan secara kaku (rigid) karena kondisi APBD setiap daerah berbeda. “Kalau belanja provinsi terlampau besar, bisa kami koreksi. Tapi memeriksa belanja kabupaten/kota merupakan kewenangan Gubernur,” ujar Gamawan.
Defisit APBD sebagai akibat belanja lebih besar daripada pendapatan menurut Direktur Anggaran Daerah Direktorat Jenderal Keuangan Daerah Hamdani, bisa ditutup dengan pembiayaan netto dari sisa lebih perhitungan anggaran (Silpa) atau pembiayaan pihak ketiga. Ketika pembiayaan defisit tadi, terjadi defisit murni. Dalam catatan Direktorat Anggaran Daerah, pada 2010 setidaknya 6 (enam) provinsi mengalami defisit murni.
Keenam daerah itu adalah Sumatra Utara, Kepulauan Riau, Jambi, Kalimantan Barat, Sulawesi Barat, dan Maluku Utara.
Malut Post (15/04)