SOFIFI –Anggota Panitia Khusus (Pansus) APBD DPRD Provinsi (Deprov) Malut Farida Djama mengungkapkan salah satu temuan pansus yang terkait hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas pengelolaan APBD Pemprov 2009. Politisi Golkar itu mengungkapkan adanya indikasi mark up hutang jangka pendek kepada pihak ketiga sebesar Rp10,5 miliar lebih (Rp 10.599.362.336) “ tanpa memperhitungkan secara cermat realisasi fisik yang belum mencapai 100%, sehingga terjadi penggelembungan atau mark-up nilai hutang sebesar 10,5 miliar,’’ ungkapnya. Dia menyebutkan total hutang Pemprov ke pihak ketiga yang dapat di catat sebesar Rp62.906.725.940 nilai hutang tersebut didasarkan pada selisih hasil perhitungan antara nilai pekerjaan fisik yang telah di realisasi sebesar Rp214.169.841.754 dengan realisasi pembayaran sebesar Rp151.163.115.808. Di sisi lain, pada neraca per 31 Desember 2009 Pemprov Malut telah membuat pengakuan hutang kepada pihak ketiga sebesar Rp74.506.008.282. Nilai itu didasarkan pada selisih antara nilai yang dikontrakkan sebesar Rp224.769.204.090 dengan nilai relisasi pembayaran Rp151.263.115.808. Untuk itu, dia menyatakan ada kesalahan pencatatan pengakuan hutang. Hal ini terjadi karena belum jelasnya prosedur akuntansi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam hal penatausahaan hutang sehingga nilai hutang dicatat dengan tidak mengikuti ketentuan prosedur akuntansi penatausahaan hutang sebagaimana yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. ‘’Dengan terjadinya penggelembungan atau mark-up hutang jangka pendek kepada pihak ketiga sebesar Rp10.5 Milliar maka kami menganggap Pemprov melanggar perundang-ungangan dan juga berpotensi menimbulkan kerugian bagi daerah”, katanya.
Malut Post (25/3)