JAKARTA, KOMPAS – Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi memastikan, klub sepak bola profesional tidak boleh mendapatkan kucuran dana Anggaran pendapatan dan Belanja daerah mulai 2012. Penggunaan dana APBD untuk klub terindikasi banyak korupsi, seperti temuan dalam kajian oleh Komisi Pemberantasan korupsi.
“ Kalau klub sepak bola professional, kami memang sudah sepakat dengan Menpora bahwa mulai 2012 tidak ada lagi (dana dari APBD). Kami akan bantu pembinaan olahraga sepak bola amatir, itu kita bantu, tetapi untuk profesional tidak ada lagi,” kata Gamawan, selasa (5/4).
Pernyataan tersebut disampaikan Gamawan saat menghadiri paparan hasil kajian KPK terkait penggunaan dan APBD untuk klub sepak dola di sejumlah daerah. Paparan itu juga dihadiri Menteri Pemuda Dan Olahraga (Menpora) Andi Malarangeng serta sejumlah pejabat daerah.
Menurut Gamawan, klub profesional seharusnya mencari pendanaan sendiri dari sumber lain. “ Yang namanya klub sepak bola profesional kan,bisa banyak sumber dananya. Mereka bisa dapat dari iklan,juga dari penonton,ujar Gamawan.
Dalam kesepakatan itu, Menpora mendukung keputusan agar alokasi dana untuk APBD untuk klub sepak bola segera dihentikan. Andi menyoroti alokasi dana untuk sepak bola yang tidak berimbang dengan olahraga lain.” Sehebat-hebatnya sepak bola, emas (SEA Games) Cuma satu. Dan,sayangnya,dalam empat kali SEA Games terakhir, sepak bola menghasilkan nol emas, nol perak, nol perunggu. Sementara perahu naga bisa menghasilkan tiga emas di Asian Games Guangzhou,” ujar Andi.
Berdasarkan hasil kajian KPK,ditemukan tiga indikasi pelanggaran dalam penggunaan dana APBD untuk klub sepak bola yang berlangsung selama belasan tahun. “Dari kajian yang kami lakukan,KPK mengidentifikasi ada tiga temuan pelanggaran,” kata Wakil Ketua KPK M. Jasin memaparkan kajian itu.
Tiga temuan itu adalah dilanggarnya asas umum pengelolaan keuangan daerah pada pengelolaan dana APBD bagi klub sepak bola, adanya rangkap jabatan pejabat publik pada penyenggaraan keolahragaan di daerah yang dapat menimbulkan konflik kepentingan, serta dilarangnya prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan hibah dari APBD.
Menurut Jasin, temuan itu menjadi semacam lampu merah kepada klub agar menghentikan ketergantungannya kepada APBD dan bagi daerah untuk menghentikan kucuran dana kepada klub yang sangat rawan penyelewengan.”ini menjadi lampu kuning atau lampu merah. Kalau masih dilanggar juga, kami akan menindak,”ujar jasin.
Jasin mengatakan. Alokasi anggaran sepak bola sering kali tidak adil jika dibandingkan dengan alokasi untuk beberapa urusan wajib daerah. Ia mencontohkan,anggaran untuk klub di salah satu daerah lebih dari 10 kali anggaran untuk ketahanan pangan dan berkali-kali lipat dari alokasi untuk keperluan wajib lainya.
“Selain itu, rangkap jabatan ini juga akan berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan korupsi. Di banyak daerah, penggunaan dana sepak bola termasuk pemanfaatan klub sepak bola untuk kampanye politik, keperluan bisnis tim sukses dan keperluan pribadi pejabat lainya,” katanya.
Penggunaan dana APBD untuk klub, tambah Jasin, rentan penyelewengan, terutama terkait laporan pertanggungjawaban yang tak adil. ”Bukan hanya tidak ada pertanggungjawaban, tetapi ada laporan pertanggungjawaban yang fiktif, ini yang fatal, ”ujarnya.
Dari kajian itu, KPK menyarankan kepada Mendagri membuat peraturan untuk menghentikan pengalokasian APBD bagi klub sepak bola mulai tahun anggaran 2012, termasuk pengaturan sanksinya. KPK juga meminta Mendagri untuk menginventarisasi pejabat publik yang melakukan rangkap jabatan pada kepengurusan KONI atau klub sepak bola.” Kami mengharapkan tahap selanjutnya bahwa sedapat mungkin saran perbaikan dan rencana aksi bisa kami terima sebelum 4 Mei 2011, ”kata Jasin.
Kompas (6/4)